Sirine Menyalak di Medan Opera

Jalanan Kairo tak seindah saat dikenang atau didongengkan. Tapi ia juga tak selamanya buruk seperti tokoh antagonis dalam sinetron Negeri yang Sana.

Keluar dari terowongan penyeberangan medan Opera, jalanan melingkari medan sedang macet. Saya sesegera mungkin menyeberang.

Sebuah mobil sedan berkaca gelap disusul belakangnya mobil besar dengan posisi sangat mepet. Maksud hati mau menyeberang dari sela-sela kedua mobil itu. Eh lah tambah dipepet sengaja dan hampir saja kaki saya tergencet 2 mobil.

Saya lihat bagian supir. Bermaksud mencari siapa punya mata di belakang setir. Ternyata, seisi mobil penuh pria berambut cepak dan berbadan besar yang sibuk memberi isyarat ke saya supaya cepat enyah. Tak berselang lama, mobil itu menyalakan lampu stroboskop. Membunyikan sirine yang memekakkan telinga. "Seperti suara bisingnya kemacetan jalanan Kairo masih kurang saja.", pikir saya.

Protokol pengamanan mungkin dalihnya ya, tapi apa perlu sampai hendak menabrak pejalan lelah seperti sahaya ini? Lagian setelah menyeberang pun saya masih dibiarkan berdiri tak jauh. Dengan leluasa saya bisa melihat ada berapa orang seisi mobil sedan yang dikawal itu. Pertanyaan dan kemusykilan saya hilang tertelan bersama ludah yang membasahi tenggorokan.

Saya masih berdiri tak jauh, menunggu angkot. Jalanan sempat lancar sekejap. Sebuah mobil angkot kosong jurusan Al-Darrasah menghampiri saya. Supirnya yang berbadan gempal merapal sumpah serapah. "Entahlah itu wazir, safir, atau tokoh apalah itu saya tahu dan ingin tahu..", ia masih menyumpahi meski saya sudah tak mampu lagi menangkap kata demi kata.

Kalimat yang paling jelas di bagian akhir adalah ungkapan kemarahannya. Susah untuk saya tuliskan dalam kalimat langsung. Saya sebagai penumpang satu-satunya saat itu ikut terpapar panasnya situasi itu. Jalan di medan macet, penumpang sepi, tapi jembatan-layang dan tunnel terlihat kosong.

Belum ada jawaban kenapa. Baru setelah berbalas klakson mereda, tampaklah jawabannya: polisi lalu lintas menghentikan 2 jalan. Bermaksud membebaskan-dari-kemacetan bagi mobil yang diikuti rombongan pengawal yang sejatinya tak begitu perlu.

Supir angkat saya masih terus merapal kutukan. Mobilnya berlari sekencang-kencangnya menaiki jembatan-layang. Menyalip setiap mobil dengan menyertakan klakson yang menyalak.[]

Write a comment