Bayt Al-Sinnari, Bapak Petualang, dan Masjid Fatima Shaqra' ~ Bag. 1

Malam lusa, aku menemukan sebuah pengumuman acara bertema seni budaya Mesir, yakni pagelaran tari & musik sufi oleh al-Mawlawiyyah al-Mishriyyah. Setelah masuk ke dalam event (semacam grup; disediakan oleh facebook bagi yang hendak membuat suatu acara) sayang-seribu-sayang acara yang bertempat di Bayt al-Sinnari ini sudah kedaluwarsa, sudah lewat hampir sebulan. Padahal, acara ini terbuka untuk umum, tanpa tiket masuk.

Bermula dari al-Mawlawiyyah al-Mishriyyah, kutelisik foto-foto konser mereka. Kebanyakan tempat konser grup yang digawangi Amer Eltony ini merupakan tempat yang fantastis, tapi apakah Bayt al-Sinnari demikian? 

Sampailah aku penasaran dengan tempat yang digunakan untuk pagelaran ini: Bayt al-Sinnari.
FOTO: Papan nama. Captured by me.
Tanpa pikir panjang, aku mengirim pesan melalui fanpage Bayt al-Sinnari yang berbahasa Arab (ada juga yang berbahasa Inggris). Di dalam pesan, aku bertanya beberapa pertanyaan mengenai sejarah, kegiatan, dan status bangunan ini; apakah di bawah naungan Kementerian Purbakala (Wuzarat al-Atsar) ataukah Bibliotheca Alexandrina seperti yang tertulis?

Tak ada jawaban sampai menjelang tengah malam. Aku berprasangka pesanku ini tak akan dijawab seperti pesan-pesanku yang entah sudah ke mana saja.

Ternyata tidak demikian, keesokan harinya, aku mendapat balasan. Berdasar balasan itu, cukup sederhana aku menyimpulkan: tempat ini dan orang-orang di dalamnya menarik untuk dikunjungi.

Sore harinya, secara kebetulan aku mempunyai agenda pergi ke kawasan Sayyidah Zainab. Kuputuskan untuk sekalian mencari jalan menuju Bayt al-Sinnari dengan berbekal peta yang kudapatkan dari fanpage. Sambil berharap semoga benar adanya mereka baik, ramah, dan tempatnya indah, aku memberanikan diri mencari jalan. Sesekali melihat peta dan bertanya pada penduduk sekitar.

Yup! Sampai!
Sebenarnya tidak jauh dari masjid Sayyidah Zainab, hanya saja letaknya yang dikelilingi gang-gang kecil sehingga memaksa kita melangkah lebih banyak.

Sebelum belok menuju gang terakhir yang mengantarkanku pada tujuan, terdapat sebuah papan dan spanduk kecil mengenai tempat ini: Bayt al-Sinnari, Rumah Sains, Budaya, dan Kesenian.

Disambut oleh mashrabiyya (jendela berukir) yang khas, aku masuk dan bertemu seorang penjaga di situ.
FOTO: Mashrabiya (jendela berukir). Captured by me.
 "Mau berkunjung ya? Duduk dulu, silakan..", kata pemuda itu lantas masuk.

Ternyata, ia memanggil temannya yang bertugas sebagai pendamping tamu untuk masuk ke dalam.

Tidak banyak bercerita mengenai sejarah, petugas ini lebih banyak bercerita tentang program-program Bayt al-Sinnari di bawah naungan Bibliotheca Alexandrina sembari sesekali menunjuk tempat kegiatan.

Secara singkat, ia menjelaskan bahwa Bayt al-Sinnari dulunya merupakan rumah seorang bernama Ibrahim as-Sinnari. As-Sinnari merupakan nisbat pada sebuah kota bernama Sinnar. 

Awalnya, ia adalah seorang penjaga gerbang kota Manshura. Sebab bakat dan keterampilannya, ia diangkat menjadi Katkhuda (semacam wakil/orang kepercayaan gubernur) pada masa Dinasti Mamalik.

Bayt al-Sinnari dibangun tahun 1209 H. / 1794 M. atau empat tahun sebelum kedatangan pasukan Napoleon Bonaparte.

Empat tahun kemudian, pasukan Napoleon membawa beberapa ilmuwan yang tergabung dalam sebuah Dewan Sains & Seni untuk mempelajari karakter bangsa lalu memilih rumah yang saat itu masih bagus ini sebagai penginapan mereka.

"Anda dari mana? Thailand, bukan?", tanya petugas yang mendampingiku tadi.
FOTO: Lantai atas. Captured by me.

Aku jawab sembari mengambil foto air mancur, tempat bersantai di musim panas, dan dinding berukir nan indah.

"Iya di areal sini semua. Semua workshop dan kegiatan kita gelar di sini, kadang di atas. Kalau membutuhkan panggung seperti untuk pagelaran musik & tari sufi al-Mawlawiyyah, kita memakai panggung di luar sana tadi yang sebelum kita masuk.", tuturnya sesekali menunjuk.

Di depan ruang yang digunakan sebagai kios buku, ia memberitahu bahwa di Bayt al-Sinnari juga ada workshop bahasa Arab. Mungkin ia kira sebab aku mahasiswa al-Azhar lantas workshop yang cocok adalah bahasa Arab.

Penasaran dengan workshop yang ada, aku lantas menanyakan daftar workshop & kegiatan yang ada meski sebenarnya semua sudah di-update di halaman facebook.

"Wah.. Aku tidak hafal semua kegiatan. Di sini begitu banyak kegiatan dan semuanya sudah dipegang oleh penanggung jawab masing-masing. Coba lihat saja di facebook, kami update semua di sana."

"Oya, mengenai workshop gitar bagaimana, mbak? Ini ada yang tanya..", ia bertanya pada seorang rekannya yang kebetulan lewat.

Ternyata, sore itulah pertemuan pertama untuk angkatan ke sekian pada workshop gitar itu. Satu angkatan ada 4 pertemuan dalam sebulan. Gitar yang dimaksud di sini ialah gitar khas Negeri Padang Pasir yang masyhur disebut gambus.
FOTO: Warsyah al-Guytar (workshop gitar). Copied from fanpage.
"Kita di sini juga sering mengadakan kerja sama dengan pelajar India, Bangladesh, Eropa, dan banyak negara lain untuk suatu acara. Kalau mungkin Anda dan teman-teman Indonesia mau mengadakan kerja sama, mari, pintu rumah ini selalu terbuka bagi siapa saja..", katanya sebelum aku berpamitan.

Bayt al-Sinnari yang mengusung misi menjadi rumah sains, budaya, dan kesenian buka setiap hari kecuali Jumat dan akhir pekan, dari pagi sampai menjelang tengah malam. Berbeda dengan Bayt al-Suhaymi yang memang bernas dan terawat sehingga diberlakukan tiket masuk, Bayt al-Sinnari tanpa tiket masuk, tanpa biaya tour-guide, dan bebas mengambil gambar. 

Untuk workshop tertentu yang berbayar, mereka umumkan di laman resminya seperti kursus gitar gambus yang mengharuskan registrasi Le 100,- dan membawa alat musik sendiri.

Aku kembali meneruskan langkah untuk segera pulang sebab hawa sore yang setengah terik bercampur bising jalan raya Port Said tidak lagi menjadi pemandangan indah kecuali untuk singgah dari satu masjid ke masjid lain yang ada di tepinya.

Hingga sampailah pada Tikiyyat Sultan Mahmud Khan dan bertemu bapak petualang yang berkewarganegaraan Palestina. Abdalraouf namanya.[...]
_____________________
Apa yang membuatku menulis tentang Bapak Petualang ini?
Apa yang terjadi di Tikiyye Sultan Mahmud Khan? 
Bersambung... :)

GALERI FOTO:










Write a comment