Kepingan kisah untuk mengenang kepergian Paman Sayyid, tukang rental sepeda dekat rumah.
Pekan lalu, saat saya hendak beli sayur, jalan yang menuju kios sewaan sepeda Paman Sayyid Bersaudara ditutup. Ada kain panjang menyerupai tenda gelaran hajatan mengitari halaman itu. Dari lorong kecil yang disisakan saya melewatinya.
Tampak Paman Magdy, si adik, duduk di tengah dikelilingi sejumlah kawan-karib serta kerabatnya. Yang saya kira acara pernikahan ternyata salah. Ada takziah di sana.
Tampak Paman Magdy, si adik, duduk di tengah dikelilingi sejumlah kawan-karib serta kerabatnya. Yang saya kira acara pernikahan ternyata salah. Ada takziah di sana.
Paman Sayyid telah pergi dari dunia ini. Saya tak punya kenangan berarti selain ialah yang menambal ban sepeda saya.
Tuan rumah kami kemarin lusa pun bercerita tentangnya. “Oiya? Saya barusan tadi bersalaman dengan Magdy. Tapi saya baru tahu kabar ini.”
Paman Sayyid dan Paman Magdy adalah 2 bersaudara yang menjaga warisan usaha ayah mereka. “Dulu ayah mereka bernama Abdurrahim. Kami sewaktu kecil sekompleks sini tahu betul ia dan rental sepedanya.”
Menurut Haji Eid tuan rumah kami, usaha keluarga itu kini berada di ujung tanduk. Anak-anak Sayyid juga Magdy tiada yang tampak akan meneruskan.
Di suatu malam di pekan lalu juga saya bertanya pada Tawfiq. Pemuda Mesir berumur 20 tahun yang kebetulan kami mintai tolong menyupir mobil pick-up untuk membawa kulkas seorang kawan.
“Tawfiq, kamu tahu sewaan sepeda di sana itu?”, saya memberitahunya kabar duka.
“Maksud kamu Pak Sayyid? Meninggal? Ah yang benar!” tanya Tawfiq seperti tak percaya.
Ia menginjak pedal gasnya dalam-dalam untuk mundur. Ia sengaja memilih jalan yang menuju kios itu. Sejenak ia berhenti tepat di depan halamanya demi membaca secarik kertas berisi kabar duka yang ditempel. “Iya,” kata dia.
Tuan rumah kami kemarin lusa pun bercerita tentangnya. “Oiya? Saya barusan tadi bersalaman dengan Magdy. Tapi saya baru tahu kabar ini.”
Paman Sayyid dan Paman Magdy adalah 2 bersaudara yang menjaga warisan usaha ayah mereka. “Dulu ayah mereka bernama Abdurrahim. Kami sewaktu kecil sekompleks sini tahu betul ia dan rental sepedanya.”
Menurut Haji Eid tuan rumah kami, usaha keluarga itu kini berada di ujung tanduk. Anak-anak Sayyid juga Magdy tiada yang tampak akan meneruskan.
Di suatu malam di pekan lalu juga saya bertanya pada Tawfiq. Pemuda Mesir berumur 20 tahun yang kebetulan kami mintai tolong menyupir mobil pick-up untuk membawa kulkas seorang kawan.
“Tawfiq, kamu tahu sewaan sepeda di sana itu?”, saya memberitahunya kabar duka.
“Maksud kamu Pak Sayyid? Meninggal? Ah yang benar!” tanya Tawfiq seperti tak percaya.
Ia menginjak pedal gasnya dalam-dalam untuk mundur. Ia sengaja memilih jalan yang menuju kios itu. Sejenak ia berhenti tepat di depan halamanya demi membaca secarik kertas berisi kabar duka yang ditempel. “Iya,” kata dia.
Write a comment
Post a Comment