Salam Satu Jari

Kami saat itu membawa sebuah lemari yang tinggi. Setinggi umumnya pintu rumah. Memanjang dengan pintu dari kaca.

Salah satu pengalaman jika hidup di negeri orang adalah merasakan sensasi “culture shock” sebab beda budaya. Kisah kali ini entah berfaedah atau tidak yang pasti bagi saya selalu asyik untuk dikenang. Hehehe

Orang Mesir mempunyai kebiasaan jika ada jenazah lewat, mereka akan mengacungkan telunjuk ke atas sembari mengucap syahadat dan doa-doa. Biasanya seisi jalan menepi. Memberi jalan.

Menurut saya, ironinya, hal itu bahkan melebihi penghormatan pada ambulance yang membawa orang sakit. Yang justru hakikatnya ia lebih layak didahulukan supaya lekas sampai rumah sakit.

Suatu hari, kami sedang pindahan rumah. Seperti biasa kawan-kawan gotong royong untuk menggotong barang-barang ke apartemen baru.

Kami saat itu membawa sebuah lemari yang tinggi. Setinggi umumnya pintu rumah. Memanjang dengan pintu dari kaca.

Laa ilaha illaLLah!”, terdengar suara samar dari entah berapa orang. Semua orang di jalan terhenti di tepi. Bahkan sebuah pick-up yang jamak diketahui adalah mobil “penguasa jalanan” di Kairo kedua setelah mobil derek Polisi itupun menepi.

Seperti layaknya video di-pause demikian orang-orang terhenti sembari mengacungkan jari ke atas.

“Berhenti-berhenti ayo minggir, capek nih. Istirahat dulu.”, pesan salah satu dari kawan yang memanggul lemari saat itu tanpa menghiraukan orang-orang yang sibuk bersyahadat.

Kami minggir. Lemari hitam yang memang memanjang tinggi itu kami berdirikan, menyandar sebuah tembok bangunan.

“Eih dah!! Apa-apaan ini?!”, suara terdengar dari riuhnya jalanan yang tadi sempat senyap sekejap. Seketika pecah. Jalanan kembali ramai seperti saat seorang menekan PLAY di YouTube. Kami saling pandang dan baru menyadari: ternyata orang-orang di jalan itu mengira kami sedang mengiring JENAZAH! 😝

Al Darb Al Ahmar, Kairo
2013

Write a comment