Selain buku yang melimpah & harganya yang relatif murah, Mesir juga punya banyak perpustakaan. Beberapa saja yang baru saya datangi dan berkesan.
Buku pinjaman perpustakaan IDEO - Kairo, Mesir |
Saya bukan hendak bercerita tentang Gus Dur. Saya juga bukan pribadi seperti Gus Dur yang gemar menghabiskan waktunya di perpustakaan. Menyelami berbagai buku. Namun, setidaknya saya pernah ke beberapa perpustakaan yang membuat saya terkesan di Mesir. Kesan baik maupun buruk sih. π
Bibliotheca Alexandrina
Perpustakaan besar di kota Alexandria ini saya kunjungi saat saya baru beberapa bulan menginjakkan kaki di Mesir. Lik Ma’mun, paman saya, mengajak saya dan kerabat berlibur di Alexandria dan mengunjungi beberapa destinasi yang lekat dengan kota di beranda Mediterania ini. Termasuk di antaranya perpustakaan ini.Kami masuk setelah membeli tiket. Menuju ruangan yang besar dengan bebas akses ke rak-rak yang berjajar sesuai topik bahasan. Tak ada yang lebih berkesan saat itu selain bangunannya yang tak kalah besar dari kebesaran-namanya dan satu lagi: mengakses komputer yang terhubung internet. Di tahun itu siapa pula dari kami yang tak berbinar-binar melihat internet gratis?
Egyptian Society for Historical Studies
Perkenalan saya dengan perpustakaan ini dulu bermula saat saya begitu semangat mengikuti kuliah umum, diskusi, kursus singkat, hingga seminar akademik bertemakan sejarah. Karena yayasan ini rutin mengadakan seminar, bertemulah saya dengan undangan yang disebar melalui Facebook.Dari sana saya beranikan diri mengunjungi alamat yayasan ini. Saya masih ingat betapa pasar Distrik 8, Madinat Nasr saat itu masih ramai sementara saya masih mencari di sebelah mana kantor yayasan ini berada. Ternyata tepat berada di tengah pasar itu. Di belakang sekolah Al-Manhal.
Yayasan ini menempati gedung dengan 3 lantai. Entah sebuah lantai tambahan di lantai 3 itu dihitung sebuah lantai atau tidak. Yang pasti, perpustakaan ada di lantai 2. Sementara lantai 1 ditempati beberapa kantor. Termasuk di antaranya kantor pimpinan yayasan itu.
Saya diminta mendaftar keanggotaan perpustakaan itu saat hendak masuk. Namun, begitu pustakawan saat itu tahu saya bukan dari jurusan sejarah, ia langsung mengarahkan saya menemui pimpinan yayasan untuk meminta izin pengecualian.
Untuk pertama kalinya saat itu saya bertemu Prof. Dr. Ayman Fuad Sayyid (Guru Besar Sejarah, Universitas Al-Azhar) yang sekarang menjadi dosen saya di Institut Riset & Studi Arab, kelas kodikologi dan manuskrip. Ia memberi izin hingga jadilah kartu keanggotaan perpustakaan saya untuk setahun ke depan.
Pada mulanya saya bahagia karena diberi kesempatan mengakses perpustakaan yang spesifik mengoleksi subjek yang saya gemari. Tapi, hal itu tak berlangsung lama. Entah pada kali ke-3 atau ke-4 di perpustakaan itu yang membuat saya berat hati untuk ke sana lagi.
Perilaku para pembaca di perpustakaan itu berisik. Para gadis yang berkelompok dan berbisik membincang suatu kerja-kelompok mereka. Belum lagi para pustakawan yang semuanya ibu-ibu. Mereka yang dengan santainya menyesap teh, ngerumpi kecil. Tak jarang ibu-ibu itu akan mendesis “ssstttsstt” isyarat agar para nona yang tampak sedang belajar-kelompok itu diam. Siapa pula yang akan diam jika yang meminta kita diam juga ngerumpi dan mendesis? Yang terjadi adalah desisan yang berulang dan bagi saya sangat mengganggu.
Perpustakaan Kota Heliopolis
Sekira 3 tahunan yang lalu saya datang ke perpustakaan ini. Tapi, saat itu saya datang tidak untuk mengakses buku koleksi mereka. Melainkan untuk menghadiri undangan kawan-kawan saya di komunitas Nubian Knights.Komunitas yang mewadahi pemuda-pemudi etnis Nubia itu mempunyai acara tahunan di bulan Ramadan. Mereka mengenalkan budaya dan tradisi mereka di kampung dalam memeriahkan Ramadan. Pameran produk kerajinan-tangan mereka juga turut ditampilkan selain penampilan musik dan pembacaan syair.
Saya dan sejumlah kawan Indonesia yang tergabung dalam komunitas Kupretist du Caire duduk beberapa baris saja dari kursi terdepan. -Kawan-kawan Kupretist, ayo kita ke pameran/pagelaran budaya lagi! Lama rasanya! π₯π Semalaman itu kami di perpustakaan, hanya saja bukan di ruangan baca melainkan di suatu lantai di ruangan-teater gedung itu.
Tiap kali menuju dan pulang dari bandara Kairo, ingatan saya melambung jauh menuju malam itu. Malam yang berkesan betapa perpustakaan di Kairo ini tidak hanya digunakan untuk ruang baca saja melainkan dilengkapi juga dengan ruang teater dan kegiatan kesenian-kebudayaan.
Darul Kutub wal Watsaiq al-Qoumiyyah
Saya pergi ke Perpustakaan dan Arsip Nasional Mesir pertama kali saat diminta oleh seorang peneliti berkebangsaan Jepang yang sedang studi di London saat itu. Ia menghubungi teman saya Helma (Malaysia) -hai Helma! Apa kabarmu dan teman Jepang itu? Heeee~ π Ia lantas meminta bantuan pada saya untuk menyalin sebuah manuskrip.Saat itu, gedung yang menghadap sungai Nil itu masih belum selesai dipugar. Begitu saya menyerahkan paspor untuk mendapat kartu tamu, saya segera menuju ruang manuskrip. Atap dan tembok jebol di sana sini sebab dalam perbaikan.
Seorang ibu pegawai mencarikan manuskrip yang saya maksud pada sebuah katalog digital dalam komputer yang tampak sudah tua. Barangkali peremajaan memang belum menjadi prioritas mereka. Tapi, jika suatu hari nanti ada, saya terpikir untuk memberi saran agar peremajaan sebaiknya tidak hanya pada komputer, melainkan juga para pegawai. Alangkah indahnya dunia jika para pegawai itu muda dan mudi. Kalaupun bukan muda usianya, paling tidak carilah pegawai yang semangat dan cekatannya juga ‘muda’!
Institut Dominicain d'Γtudes Orientales (IDEO)
Perpustakaan ini ada di area asrama para biarawan Dominikan di Kairo. Spesifik mengoleksi buku, jurnal, dan makalah dengan topik studi Timur-tengah dan Islam.Saya pertama kali mengenal perpustakaan ini saat saya masih di tahun 3 menuju sarjana. Seorang kawan Kanada yang sedang kursus bahasa Arab di Kairo bercerita tentang perpustakaan ini. Namun, saat itu saya belum bisa mengaksesnya karena syarat untuk berlangganan di sana minimal sedang dalam studi selevel pascasarjana (Magister).
Sejak tahun lalu saya berusaha pergi ke perpustakaan ini. Karena kebetulan ada sebuah kitab cetakan lama yang dicari oleh kakek saya dan sudah tak ada lagi di pasaran. Di pencarian Google sampailah saya di katalog daring milik perpustakaan itu. Kitab itu ada!
Sayangnya sejak paruh-akhir tahun lalu perpustakaan ini dipugar. Saya sudah bersemangat pergi ke sana saat itu. Begitu selesai dipugar kuliah-kuliah membuat saya lupa untuk pergi ke sana hingga pandemi melanda.
Kawan saya Zaki mengisi formulir - Perpus Ideo, Kairo. |
Beberapa minggu ini perpustakaan ini kembali dibuka. Langsung saja saya pergi ke sana dan mendaftar untuk setahun ke depan hanya dengan 50 Pounds Mesir. "Kamu sedang studi apa sekarang? Di mana?", tanya ibu yang sudah baya pada saya dan kawan saya Zaki.
Kami diminta mengisi formulir kecil dan menyerahkan pas-foto untuk kartu anggota. Ibu pustakawan yang menempati ruang kecil bertuliskan Istqibal (resepsionis) itu dengan pelan dan rinci menjelaskan aturan perpustakaan. Dari maksimal jumlah buku yang diakses harian, apa saja yang boleh dibawa masuk, fasilitas loker, hingga di mana kita harus memesan minuman-hangat barangkali bisa menghilangkan penat selama di ruang-baca.
Perpustakaan yang buka dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore dan hanya 4 hari seminggu ini jauh dari para pembaca yang berisik atau pustakawan yang menjengkelkan. Pembaca hanya diminta mengisi formulir peminjaman setelah sebelumnya mencari nomor panggil di katalog digital. Entah melalui komputer yang disediakan atau mengaksesnya di gajet kita melalui jaringan Wifi gratis. Selang beberapa menit, pustakawan akan mengantarkan buku-buku yang kita inginkan tepat di meja kita duduk.
Koleksi super lengkap dengan katalog yang ciamik, suasana damai, pustakawan yang andal dan ramah, sistem kelola yang super bagus serta tempat yang luas serta nyaman. Lengkap sekali rasanya!
Hanya satu barangkali yang kurang: ia hanya untuk level Pascasarjana. Entah mengapa aturan perpustakaan ini dibuat demikian. Yang pasti, ayo kawan-kawan calon Lc. yang budiman, silakan selesaikan gelar sarjana kalian! Lalu datanglah ke perpustakaan yang ciamik ini!
Akhirulkalam, baru ini saja perpustakaan yang berkesan bagi saya. Dengan kuliah yang saya ambil di jurusan Turats wa 'Ilmi al-Makhtutat (Warisan Budaya & Ilmu Manuskrip) saya yakin pergi ke perpustakaan bagi saya bukan lagi tentang berkesan baik atau buruk. Melainkan bagian dari kelaziman seorang talib yang mempelajari dan menyelami khazanah intelektual para pendahulu, sebagaimana pesan guru saya di salah satu kelas, bukan untuk diagungkan sahaja atau dibanggakan melainkan untuk dihubungkan dengan capaian masa sekarang dan yang akan datang. Hais, kok jadi bikin quote! Heee~
Write a comment
Post a Comment