Beberapa minggu belakangan saya sedang sering main ke perpustakaan Al-Azhar. Bukan tentang buku, ini tentang sekuriti gaek dan rekannya.
Kompleks Masyakhah Al-Azhar memang selalu dijaga ketat. Semua orang yang masuk didata jelas sesuai identitas paspor. Jika hendak menuju gedung Syekhul Azhar, paspor bahkan harus ditinggal di meja sekuriti.
Lain halnya jika ke gedung Perpustakaan Pusat Al-Azhar yang juga dalam kompleks yang sama. Paspor seharusnya dikembalikan ke pemilik setelah didata karena akan ditahan di sekuriti lapisan kedua. Sekurit bagian perpustakaan.
Siang tadi sepertinya sekuriti lapisan terluar tak paham. Ia menahan paspor saya.
Saya melenggang masuk. Sesampai di sekuriti perpustakaan saya ditanya seperti pada hari-hari biasanya, "Aha! Mu'hid! Kamu yang kemarin ya! Paspor?", tanya sekuriti gaek itu.
"Di gerbang luar, Pak. Kata seorang di sana tadi ditinggal.", jawab saya.
Sekuriti yang terlihat lebih tua tapi tak kalah berbadan besar itu mengomel di samping rekannya. Berseloroh panjang sekali. Yang paling saya ingat ia berkata, "Orang-orang (rekan-rekannya) sekarang itu kerja seenaknya sendiri! Apa mereka tidak tahu jika paspor (pengunjung perpustakaan) itu harusnya ya ditahan di sini.?!"
Rekan di sampingnya berusaha meredam emosi dengan bertanya ke saya yang sedang membuka tas untuk pengecekan, "Nah itu! Itu kartu kan? Sudahlah. Itu juga bisa." Akhirnya ia mengambil kartu anggota perpustakaan IDEO saya.
Ternyata kartu ala-kadarnya itu mampu meredam marahnya sekuriti sepuh itu.[]
Write a comment
Post a Comment