Haitsam, Bapak-Muda Penjual Pulsa

Sore itu, aku melewati mulut gang dekat gerai pulsa milik Haitsam, pemuda Mesir bercambang tanggung. Ia duduk di balik meja yang lebih berfungsi sebagai pembatas dan sering digunakan oleh pembeli untuk meletakkan lengan atau siku saat berbicara padanya.

"Apa kabar, kawan? Lama tak jumpa.", tanyanya disusul jawabanku yang lebih tepat disebut balik-bertanya. Ya. Ialah hal yang lumrah berlama-lama dalam tegur sapa bagi orang sini. Berbeda dengan kita yang sekadar bertanya kabar lalu menjawab bergantian, bagi orang Mesir, dua kawan yang lama tak bersua bisa saja menghabiskan 3-5 menit untuk berebut menanyakan kabar terlebih dahulu.

Aku mengenal Haitsam saat awal aku mengenal lingkungan baruku di Mesir. Ia termasuk dari 3 orang Mesir pertama yang sampai saat ini masih kuingat; selain penjaga kedai jus yang ramah tapi mematok segelas jus mangganya hampir 2 kali-lipat harga umum dan penjual kuftah (daging-tusuk panggang khas Mesir; mirip satai) yang tambun tapi baik hati.

"Bagaimana kuliahmu?", ia bertanya dan lantas kujawab bahwa aku sudah masuk semester dua, tahun kedua. Belum aku meminta doa, ia sudah mengucapkan sederet doa-baik untukku.

Haitsam ialah lulusan Universitas al-Azhar, jurusan Tafsir, fakultas Ushuliddin kurang lebih 2-3 tahun yang lalu. Dari awal, aku sudah tidak kaget jika ia memang orang yang berpendidikan sebab ia paham dan tak canggung berbahasa Arab fusha (resmi). Hanya satu yang membuatku kaget saat itu; ia kader partai yang bermasalah di negeri ini.

Aku ingat; suatu hari yang ramai demonstrasi aku pernah bertanya padanya kenapa ia tidak ikut di barisan pedemo. "Aku lebih memilih menunggui lapak, bekerja daripada mati sia-sia.", jawabnya disertai ulasan politik panjang. Aku lebih memilih menjadi pendengar yang baik, meski sebenarnya aku mengadu argumennya dengan berita terkini yang kuketahuidalam hati. Ah, maaf, tak ingin mencampuri urusan politik negerimu, kawan!

"Namanya Ruqayyah. Baru berumur satu setengah tahun.", jawab Haitsam dengan beberapa senyum kecil setelah kutanya tentang putri kecilnya di sela-sela ngobrol sore itu.

Ia kubilang bapak-muda sebab kebanyakan lelaki Mesir sebayanya belumlah berkeluarga. Kalaupun sudah berkeluarga, pastilah ia anak orang kaya yang tidak mungkin bekerja sebagai penjaga gerai pulsa.

Saat itu, aku menanyakan padanya apakah benar hanya 15 pounds untuk pulsa dengan nilai yang sama. "Iya, sudah bawa saja. Itu memang segitu.", katanya. Padahal, aku tahu itu bukanlah harga-umum pulsa di sekitar sini.

Dulu, saat aku masih tinggal dekat dengan gerai pulsa Haitsam, ia memang selalu memberiku harga khusus. Setiap kali aku agak lama tidak membeli pulsa, ia menanyakan kenapa aku membeli di gerai lain. Ia tahu.

Setelah pindah rumah, sekali waktu aku mampir karena kebetulan melewati jalan yang dekat dengan gerai milik Haitsam. Saat itu, bukan ia sendiri yang menjaga gerai pulsa itu, melainkan seorang pemuda yang mungkin temannya atau siapalah itu yang menggantikannya. Sesuai tebakanku; harga umumlah yang dipatok si penjaga. Aku melenggang dengan tersenyum dan ada 2 arti senyumanku; pertama, ternyata selama ini Haitsam memang berbaik hati padaku; kedua, sial karena Haitsam tidak ada sehingga harga pulsanya menjadi lebih mahal dari biasanya. Hahahaa

Terlepas dari semua itu, aku merasa bahagia sebab kembali mempunyai kawan Mesir yang baik, yang bersedia berbagi wawasan mengenai beberapa idiom asing, dan yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan, terlebih pada dirinya; ada semangat menghadapi hidup dengan optimis meski dari dalam bilik gerai pulsa yang tidaklah besar itu.[]

al-Darb al-Ahmar, Kairo.
11 Maret 2014

Captured by me.

Captured by me.

Write a comment