Bertemu Kareem di Ramadhan Kareem

Tadi malam, saat menikmati pemandangan Masjid al-Azhar beberapa menit sebelum para jamaah yang usai tarawih diminta keluar, aku dan Bang Dede Suandi disapa seorang remaja Mesir.

"Permisi, jam berapa ya sekarang?", tanyanya seperti kebanyakan orang Mesir yang dari desa mengawali percakapan dengan orang asing.


Namanya Kareem. Remaja yang duduk di kelas 3 SMA ini sedang mengisi liburan dengan bekerja di ibu kota. Singkat cerita, obrolan kami sampai pada suasana desanya di daerah Qush, provinsi Qina.

"Oya, ayo ke rumahku. Gimana? Bakda Id langsung saja ya? Atau mau pas hari raya?", tanyanya bertubi-tubi.

"Kalian naik kereta. Yang ber-AC itu 50 Pounds, yang ekonomi 25 Pounds. Kalian bilang di loket, carikan kereta yang turun di Qush.", katanya dengan logat 'qaf' yang dibaca 'gaf'.

"Kamu jangan sekali-sekali alasan ndak punya uang! Gimana kalau aku yang tanggung perjalanannya?", ia kembali mendesak.

Di akhir, kami meyakinkannya bahwa kami benar-benar ingin berkunjung ke desanya. Namun, tidak saat hari raya, tidak dalam waktu dekat.

"Apa? 10 orang? Jangankan 10 orang, kamu pergi bersama 20 temanmu saja kami tak ada masalah. Rumah kami luas. Kalau mau lebih luas lagi --tapi aku yakin rumahku cukup 20 orang lebih sedikit lah-- di dekat rumah kami ada Markaz Da'wah.

Tempat itu biasa menjamu rombongan yang sedang rihlah, terlebih sesama muslim.", katanya mendeskripsikan seorang ulama yang menjadi tokoh di Markaz Da'wah itu. Setelah aku gali, kami berdua paham bahwa yang dimaksud bukanlah markaz Islam garis keras ataupun parpol yang terlarang. Melainkan sebuah ormas yang menginduk seorang ulama di India.

"Di rumahku sajalah. Cukup! Oya, mengenai komunitas kalian yang hobi ziarah itu, di sekitar rumahku ada kurang lebih 10 makam ulama daerah kami. Termasuk Sayyidah Zainab (makam versi kedua), Abul Haggag.", berhenti pada Abul Haggag kami menyangkal bahwa letaknya bukanlah di Qina, melainkan Luxor.

"Lho..lho.. Kalian belum tahu daerah Qush ya? Qush itu dekat perbatasan Luxor. Dari rumahku menuju Abul Haggag cuma setengah jam, dengan 1 Pounds, naik kereta atau angkutan lah..", ia melanjutkan menyebut beberapa nama tokoh yang asing di telinga kami.

"Oiya, kalau benar kalian ingin ziarah-ziarah di sekeliling daerahku, ayahku boleh ikut kan?", tanyanya.

"Keluarga kami akan sangat senang sekali dengan kedatangan kalian. Akan kami gelar karpet dan kami suguhi minuman,"

(suguhan minuman ialah sebuah tradisi bangsa Arab; pertanda tuan rumah benar-benar menyambut kedatangan tamunya; air disuguhkan memutar langsung oleh anggota rumah yang membawa teko atau semacamnya).

"Kalian jangan salah sangka ya.. Ayahku juga seorang salik, penganut tarekat, bertasawwuf. Ayahku masuk jamaah Thoriqoh Khalwatiyah."

Terima kasih Kareem. Semoga kami bisa benar-benar berkunjung ke rumahmu. Ditutup dengan bertukar nomer telpon, kami berpisah.[]

Write a comment